ilhampadangtour


Tujuh Wanita Hebat Dari Ranah Minang

IMG_20171006_141918


Bulan April di Indonesia tak bisa dipisahkan dari sosok Raden Ajeng Kartini. Maka khusus hari ini kami dari infoSumbar akan memperkenalkan kepada Dunsanak wanita-wanita di Ranah Minang yang mempunyai semangat perjuangan yang sama dan tak kalah dari R.A Kartini. Mereka adalah wanita-wanita pejuang bagi lingkungan dan masyarakatnya. Siapa saja mereka? Yuk simak. 

1. Siti Manggopoh
Siti Manggopoh adalah seorang wanita yang ditakuti oleh Belanda. Bisa dibilang ia adalah wanita luar biasa. Wanita yang lahir di Manggopoh, Agam pada Mei 1880 tersebut dengan berani memimpin perjuangan melawan tentara Belanda dalam perang yang disebut Perang Belasting (Pajak Uang).

Disebut Perang Belasting karena perang tersebut dipicu karena kebijakan pemerintah Kolonial Belanda yang menerapkan sistem Belasting (Pajak Uang) terhadap tanah-tanah rakyat. Hal itu dianggap bertentangan dengan sistem adat di Minangkabau dimana tanah adalah milik kaum.

Perang pun akhirnya pecah dan Belanda sempat meminta bantuan kepada pihak luar untuk melawan pasukan yang dipimpin Siti Manggopoh. Bahkan Siti Manggopoh dan pasukannya berhasil menewaskan 53 tentara Belanda. Sementara di pihak rakyat Manggopoh 7 orang gugur dan 7 orang lainnya ditangkap termasuk Siti Manggopoh.

Perjuangan Siti Manggopoh memang luar biasa, bahkan sewaktu perang anaknya Dalima masih dalam keadaan menyusui. Tugasnya sebagai ibu dilanjutkannya sekembalinya ia dari peperangan, bahkan Dalima sempat dibawa lari ke dalam hutan dari kejaran Belanda selama 17 hari.

Siti Manggopoh akhirnya berhasil ditangkap dan dihukum selama 14 bulan kurangan penjara di Lubuk Basung, Agam, 16 bulan di Pariaman, dan 12 bulan di Padang. Selama masa kurungan tersebut ia terus membawa anaknya Dalima. Sementara itu suaminya Rasyid Bagindo Magek dibuang ke Manado.

Siti Manggopoh sendiri akhirnya dibebaskan dan meninggal di usia 85 tahun pada 20 Agustus 1965 di Gasan Gadang. Untuk mengenang perjuangannya dibangun sebuah patung Siti Manggopoh di Simpang Gudang, Lubuak Basuang, Agam.

Tahun 2001 Siti Manggopoh sempat diusulkan oleh Pemprov dan DPRD Sumbar agar mendapat gelar pahlawan nasional karena keberaniannya melawan penjajahan Belanda kala itu. Namun, usaha tersebut belum berhasil hingga sekarang. 

2. Rohana Kudus
Wanita luar biasa satu ini adalah kakak tiri dari Soetan Sjahrir, Mak Tuo dari penyair legendaris Indonesia Chairil Anwar dan juga sepupu dari H. Agus Salim. Ia lahir di nagari Koto Gadang, Kabupaten Agam 20 Desember 1884 dari pasangan Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan Kiam.

Rohana Kudus adalah tokoh wanita yang hidup satu zaman dengan R.A Kartini, dimana pada masa itu akses pendidikan untuk kaum wanita masih sangat terbatas. Dan karena itulah Rohana Kudus sangat berkomitmen untuk memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan.

Rohana Kudus tidak mengecap pendidikan formal yang ada kala itu. Melalui sang ayah yang bekerja sebagai pemerintahan Belanda ia belajar mulai dari membaca, menulis serta berbahasa Belanda. Kemampuan belajarnya terbilang cepat, karena dengan cepat ia telah menguasai materi-materi yang diajarkan ayahnya.

Melalui istri atasan ayahnya Rohana Kudus juga mempelajari menyulam, menjahit, merenda, dan merajut yang kelak kemudian ia ajarkan pada sekolah yang dibukanya di Koto Gadang.

Setelah menikah dengan Abdul Kudus, Rohana kemudian membuka sekolah keterampilan khusus perempuan pada tanggal 11 Februari 1911 yang diberi nama Sekolah Kerajinan Amai Setia (sekarang Yayasan Amai Setia). Di sekolah inilah Rohana mengajarkan berbagai keterampilan mulai dari membaca, mengelola keuangan, budi pekerti, pendidikan agama bahkan Bahasa Belanda.

Melalui Sekolah Kerajinan Amai Setia inilah Rohana Kudus memperjuangkan nasib perempuan di lingkungannya. Tentu saja tidak mudah karena Rohana Kudus menghadapi berbagai macam rintangan, apalagi di zaman tersebut belum ada budaya perempuan bekerja dan belajar seperti yang ia terapkan.

Tanggal 10 Juli 1912 Rohana Kudus memperkuat perjuangannya melalui Surat Kabar yang diberi nama Sunting Melayu. Surat kabar Sunting Melayu menjadi surat kabar perempuan pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi, redaktur dan penulisnya adalah perempuan.

Sepanjang hidupnya Rohana Kudus banyak menghabiskan waktunya di dunia pendidikan, terus belajar lalu mengajarkan kembali ilmunya. Ia mendapat banyak penolakan, tantangan, fitnah dari masyarakat yang waktu itu belum terbiasa melihat perempuan belajar dan mengenyam pendidikan.

Bagi Rohana Kudus emansipasi berarti:

“Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan”
 
3. Rahmah El Yunusiah
Nama Pondok Pesantren Diniyyah Puteri tak bisa dilepaskan dari sosok Rahmah El Yunusiyyah, tokoh wanita kelahiran Padang Panjang 20 Desember 1900. Rahmah El Yunusiyyah memang berasal dari keluarga yang agamais. Ayahnya Muhammad Yunus adalah seorang Kadi di daerah Pandai Sikek. Sementara kakeknya Imanuddin merupakan seorang ahli ilmu falak dan tokoh Tarekat Naqsyabandiyah.

Rahmah belajar secara otodidak dan dibimbing oleh kakaknya Zainuddin Labay dan M. Rasyad. Selain itu Rahmah juga pernah belajar agama kepada Haji Rasul, Tuanku Mudo, dan Abdul Hamid. Selain ilmu agama Rahmah juga pernah mengikuti kursus ilmu kebidanan di Rumah Sakit Umum Kayutanam.

Baru pada usia 23 tahun dengan inisiatif serta dukungan dari kakaknya Rahmah El Yunusiyyah mendirikan sekolah khusus untuk perempuan yang diberi nama Al-Madrasatul Diniyyah atau yang kita kenal sekarang sebagai Pondok Pesantren Diniyyah Puteri.

Pendirian sekolah tersebut melambungkan nama Rahmah El Yunusiyyah. Bahkan ia diminta mengajar di sekolah kerajaan di Semenanjung Malaysia. Beberapa negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Kuwait, dan Mesir meminta siswa Diniyyah belajar di negara mereka.

Perjuangan Rahmah tidak berhenti sampai di situ, perannya dalam mempelopori berdirinya Tentara Keamanan Rakyat, Laskar Sabilillah dan Laskar Hizbullah membuatnya harus dipenjara. Ia dibebaskan setelah mendapatkan undangan dari panitia Konferensi Pendidikan di Yogyakarta.

Selain itu Rahmah El Yunusiyyah juga mendalami dunia politik. Pada tahun 1955 ia terpilih sebagai anggota DPRS dari Partai Masyumi. Ia duduk di lembaga ini hingga tahun 1957.
 
4. Rasuna said
Hajjah Rangkayo Rasuna Said lahir di Maninjau, Kabupaten Agam pada 14 September 1910. Beliau merupakan salah seorang pahlawan nasional yang juga memperjuangkan persamaan hak antara pria dan wanita. Berbeda dengan tokoh wanita lainnya, Rasuna Said memilih terjun ke dunia politik, karena menurutnya perjuangan persamaan hak antara pria dan wanita tidak cukup hanya dengan pendidikan.

Rasuna Said memulai pendidikannya dari Sekolah Dasar, kemudian dilanjutkan ke pesantren Ar-Rasyidiyah. Di sana ia menjadi santri wanita satu-satunya. Lalu Rasuna Said melanjutkan pendidikannya ke pesantren Diniyah Putri, Padang Panjang. Selain itu ia juga sempat berguru kepada Haji Rasul.

Perjuangannya di dunia politik dimulai dari aktivitas di Sarekat Islam kemudian bergabung dengan Soematra Thawalib dan mendirikan Persatoean Moeslimin Indonesia (PERMI) di Bukittinggi pada tahun 1930.

Selain itu Rasuna Said juga memperkuat perjuangannya melalui tulisan. Tahun 1935 ia membuat majalah Raya. Namun karena terlalu keras menentang Belanda, ruang gerak Rasuna Said dan teman-temannya dipersempit. Ia pun akhirnya pindah ke Sumatera Utara.

Untuk menyebarkan gagasannya di Medan Rasuna Said mendirikan perguruan putri dan mendirikan majalan mingguan bernama Menara Poetri. Tujuannya adalah menyebarkan gagasan antikolonialisme kepada kaum wanita. Namun, sayang majalah Menara Poetri akhirnya ditutup lantaran banyak pembacanya yang tidak membayar tagihan.

Pasca kemerdekaan Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia. Selain itu ia pernah mewakili Sumatera Barat melalui Dewan Perwakilan Sumatera. Atas perjuangannya Rasuna Said diberi gelar Pahlawan Nasional.
 
5. Zakiyah Daradjat
Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat, wanita luar biasa asal Jorong Koto Marapak, Nagari Lambah, Ampek Angkek, Kabupaten Agam. Ia adalah pakar Psikologi Islam dan berkarir selama 30 tahun di Departemen Agama. Selain itu ia adalah seorang pendidik dan guru besar Ilmu Psikologi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sejak kecil Zakiyah Daradjat telah ditanamkan nilai-nilai agama di keluarganya. Bahkan ayahnya melatih dirinya untuk bisa berpidato. Pendidikan masa kecilnya dihabiskan di Standard School Muhammadiyah dan Diniyah School. Setelah SMA Zakiyah melanjutkan pendidikan ke Yogyakarta yaitu di Fakultas Tarbiyah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII).

Zakiyah kemudian melanjutkan pendidikannya ke Mesir di Fakultas Pendidikan Universitas Ain Shams, Kairo untuk S-2. Ia memperoleh beasiswa dari Mesir setelah terjalinnya kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Mesir.

Pemikiran Zakiyah Daradjat banyak berpengaruh di dunia pendidikan Indonesia. Salah satunya adalah usulan agar Madrasah memperoleh 70 persen ilmu pengetahuan umum dan 30 persen ilmu agama agar setiap siswa madrasah bisa diterima di perguruan tinggi.

Selain itu ia juga menyusun rencana pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam yang menjadi referensi bagi IAIN seluruh Indonesia. Rencana pengembangan tersebut kemudian membuat IAIN bisa memperoleh dana yang cukup untuk pengembangan dari pemerintah.
 
6. Hj. Syamsiah abbas
Jika Diniyyah Puteri dikenal sebagai tempat pendidikan islam modern khusus perempuan, maka Madrasah Tarbiyah Islamiyah Putri Bengkawas dikenal sebagai pesantren tradisional pertama yang menyelenggarakan pendidikan islam khusus untuk perempuan.

Adalah Ummi Hj. Syamsiah Abbas seorang ulama wanita yang terkemuka. Beliau adalah saudara dari ulama yang juga terkenal yaitu Sirajudin Abbas. Melalui MTI Putri Bengkawas banyak lahir ulama-ulama perempuan dan berperan penting bagi dunia pendidikan dalam lingkungan Tarbiyah Islamiyah.
 
7. Inyiak Upiak Palatiang
Wanita yang satu ini memang luar biasa, mempunyai banyak kemampuan dan banyak mewarisi tradisi-tradisi Minangkabau mulai dari silat, randai, hingga dendang saluang beliau menguasainya.

Tapi yang paling dikenal dari Inyiak Upiak Palatiang adalah kemampuan silat Minangnya. Bisa dibilang Inyiak Upiak Palatiang adalah sosok yang langka sebagai seorang perempuan yang menguasai silat. Silat yang dikuasainya bukan sembarang silat, tapi Silat Gunung yang konon adalah induk dari semua ilmu silat yang berkembang di Minangkabau.

Itulah 7 perempuan hebat dari Ranah Minang. Semangat dan cita-cita mereka semoga bisa menginspirasi wanita modern terutama kalian yang masih muda agar bisa menebar manfaat bagi lingkungan sekitar sekecil apapun itu.

Dan terakhir Kartini paling luar biasa bagi kita semua tentu saja Bundo, ibu kita sendiri. Jangan lupa untuk berbakti dan membahagiakannya.